Oleh: Rezki Wening Hayuningtyas
Judul : Silsilah Duka
Penulis : Dwi Ratih Ramadhany
Penerbit : BASABASI
Tahun Terbit: 2019
SINOPSIS
Setelah Ramlah meregang nyawanya sendiri, Juhairiyah mulai iba pada Majang dan Mangsen yang dianggap kehilangan sepetak surga di telapak kaki ibunya. Berkali-kali Farid dipaksa menikah lagi agar kedua anaknya yang piatu itu punya pintu baru menuju surga yang diimpikan.
Namun rencana-rencananya tak pernah berjalan mulus. Surga di telapak kaki Juhairiyah yang selalu dia banggakan, dikoyak dan disia-siakan oleh anak perempuannya sendiri. Berkat Majang dan Mangsen, perlahan-lahan terkuak akar silsilah duka yang terjalin dalam keluarganya. Apakah rantai obsesi yang mengikat mereka juga akan terputus?
KOMENTAR
Novela Silsilah Duka menceritakan tentang rantai kepiluan pada satu keluarga. Sub-bab awal dalam novela ini menceritakan tentang konflik batin yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Terlalu sering mendapat tekanan dan cibiran dari ibu mertuanya membuat Ramlah memilih untuk mengakhiri hidup. Sejak awal menikah Juhairiyah selalu membuat menantunya itu merasa tertekan, seperti saat ia mendesak Ramlah untuk segera memiliki anak. Lalu sikap dan cara Juhairiyah mendidik cucu-cucunya, Majang dan Mangsen sangat tegas dan keras. Kekuatan Juhairiyah sebagai seorang ibu, yang merupakan orang yang paling dihormati dalam keluarganya membuat Juhairiyah menjadi pengambil keputusan dalam keluarganya. Seluruh anggota keluarganya baik itu anak, menantu, dan cucu-cucunya harus patuh pada apa yang ia katakan. Lalu pada sub-bab sub-bab akhir kisah tentang Kholila yang memilih untuk hamil di luar nikah bersama kekasih pujaannya karena tak tahan dengan sikap Juhairiyah ibunya menjadi pembuka titik terang mengapa sikap Juhairiyah yang begitu keras dan membuka pula silsilah duka yang selama ini disembunyikan dan disimpan oleh Juhairiyah.
Menepis stigma bahwa perempuan adalah kaum kelas dua tergambar oleh kuatnya tokoh Juhairiyah sebagai pemimpin dan pemegang kekuasaan dalam keluarganya. Selain itu ketidakadilan yang dialami wanita juga tergambarkan dalam tokoh Majang yang menjadi korban pelecehan seksual. Novela ini secara garis besar mengangkat persoalan-persoalan tentang perempuan.
Mengambil latar belakang dari salah satu suku di Indonesia, penulis menyisipkan banyak bahasa daerah seperti kata 'ebo' yang artinya ibu, 'majang' yang artinya berlayar, dan lain-lainnya. Hal itu menambah wawasan para pembaca tentang bahasa daerah tersebut. Selain itu unsur budaya dan adat-istiadat dalam masyarakat juga sangat kuat dalam novela ini seperti, mengadakan tahlil pada hari pertama hingga hari
ketujuh selepas meninggalnya seseorang, adat minum jamu, juga kepercayaan pada mitos-mitos terdahulu membuat novel ini lebih menarik.
Sayangnya penulis tidak secara gamblang menyebutkan suku yang menjadi latar belakang cerita dalam novela ini. Namun, novela ini sangat layak untuk dibaca. Banyak pesan-pesan yang dapat kita ambil dari ceritanya.
Komentar
Posting Komentar