Pelanggan Warung Mak Ti (Cerita Pendek)


 

Karya: Rezki Wening Hayuningtyas


     Awan begitu gelap, gemuruh meneriakkan suaranya bergantian, perlahan-lahan tetes hujan membasahi bumi. Malam itu Mak Ti menyeduh teh celup untuk disajikan di meja warungnya sebagai kawan menyantap gorengan. 

     Seorang pemuda yang basah kuyup menghampiri warung Mak Ti dengan membawa tas ranselnya yang tampak penuh isinya. Pemuda itu menaruh tasnya di meja warung Mak Ti kemudian memesan segelas teh hangat. 

"Darimana, Le? Kok hujan-hujanan? Ndak bawa jas hujan to?"

"Nggak, Bu" 

     Pemuda itu tidak terlalu tertarik menanggapi pertanyaan Mak Ti. Ia tampak kedinginan. Ia segera memeriksa tasnya itu. Ia mengeluarkan laptop, hp, dan kertas-kertas. Pemuda itu terlihat mencoba beberapa kali menelpon seseorang dengan ponselnya. Ia masih menggunakan ponsel model lama, bahkan bukan ponsel layar sentuh. 

"Nelpon siapa, Le? Itu ndak nyambung mungkin karna gangguan sinyal. Lagi hujan deres soale" tanya Mak Ti 

     Pemuda itu menangis kemudian memasukkan kembali barang-barangnya ke dalam tas. Ia tampak kesal dengan perkataan Mak Ti. Pemuda itu memutuskan untuk pergi setelah membayar teh hangat pesanannya yang bahkan belum sempat ia minum. Mak Ti heran dengan tingkah pemuda itu dan bertanya-tanya mengapa pemuda itu pergi sedangkan hujan di luar pun belum reda?

*** 

     Setiap pagi Mak Ti telah membuka warung sederhananya itu. Mak Ti menjual gorengan, wedang, dan nasi dengan berbagai macam lauk seperti tahu, tempe, ikan goreng, ayam goreng, telur, juga aneka sayur-mayur. Warung Mak Ti langganan para supir, tukang becak, dan pegawai stasiun. Warung Mak Ti letaknya dekat dengan stasiun. 

     Yatno yang bekerja sebagai supir angkutan umum ini adalah langganan warung Mak Ti. Ia hampir setiap hari mampir ke warung Mak Ti dan selalu menjadi pelanggan pertama. Hari itu ia memesan nasi dengan lauk tempe dan sayur asem. 

"Mak Ti, sampean masakan e kok enak tenan to?"

"Yo enak to, kalo ndak enak, ndak berani buka warung aku, Yat"

"Oh ngono, sampean buka warung di sini kan baru setahun ya, Mak?"

" Iyo, kenopo?"

"Rapopo, Mak. Asik ada Mak Ti karena di wilayah sini jarang ada warung buka"

"Iyo yo, Yat. Padahal di sini tempatnya strategis, lho" 

     Yatno meringis dan melanjutkan makannya. Tak lama datang lagi langganan Mak Ti yang berprofesi sebagai tukang becak, namanya Adam. 

"Eh ada Adam Suseno, tumbas nopo?"

"Sego kaleh ayam goreng mawon, Mak"

"Okee" 

     Adam melihat Yatno yang makan dengan lahap. Mereka cukup akrab karena sering bertemu ketika makan di warung Mak Ti. 

"Alon-alon to mangan e koyok diuber hantu ae"

"Hustt" 

     Yatno sedikit terkejut dengan perkataan Adam. Ia secara reflek menutup mulut Adam.

"Kenopo, Yat?" Mak Ti bingung

"Iyo, kenopo, Yat?" tanya Adam

"Kowe ora eroh opo?"

"Opo?"

"Daerah iki angker, dadi ojo nyebut seng aneh-aneh. Biyen onok cah lanang mati ketabrak sepur nang kene"

"Tenane?!" sahut Adam.

     Mak Ti terkejut hingga tak bisa berkata apapun.

*** 

     Daus seorang pegawai di salah satu stasiun. Ia seorang lelaki muda namun sudah menikah dan sebentar lagi akan memiliki seorang anak. Kala itu, ia sedang mendapatkan shift malam. Ponselnya berdering berulang kali, namun ia tidak sadar karena sedang fokus bekerja. Di waktu istirahat ia baru menyadari panggilan telepon dari istrinya itu. Ia juga mendapat pesan bahwa istrinya akan segera melahirkan. 

     Daus begitu kebingungan. Ia pun memutuskan untuk mengemasi barang-barangnya dan bergegas pulang. Daus tidak memiliki kendaraan pribadi. Ia selalu menggunakan kendaraan umum, bis kota. Bis itu akan berhenti di seberang rel. 

     Malam itu, hujan begitu deras disertai gemuruh. Pandangan mata sedikit kabur gara-gara hujan. Daus tergesa-gesa berlari menuju tempat pemberhentian bis. Hatinya begitu tak tenang mengingat kondisi istrinya. Di perjalanan, Daus sembari mencoba menelepon istrinya namun tak kunjung diangkat. Ia akhirnya memutuskan untuk menelepon saudaranya yang tinggal berdekatan dengannya. Telepon itu terjawab. Lek Wagimin telah membawa istri Daus ke rumah sakit terdekat. Namun, nyawa istri dan anak Daus tidak tertolong karena pendarahan hebat. 

     Daus tak bisa berkata apapun. Ia hanya diam membisu. Dunianya seakan runtuh. Istri dan anak yang dicintainya telah pergi menghadap Sang Maha Kuasa. Langkah Daus terhenti tepat di tengah rel kereta. Daus tidak menyadari bahwa ada kereta yang akan segera melewati rel itu. Ia tetap terdiam dan menangis tanpa peduli apapun. 

     Seketika kereta itu melindas tubuh Daus. Ia meninggal di tempat kejadian. Sungguh malang nasib Daus. Namun, ia tidak perlu bersedih lagi karena bisa berkumpul dengan istri dan anaknya. 

     Semenjak kejadian itu, hantu pemuda yang konon katanya sebagai arwah penasaran Daus masih sering berkeliaran di sekitar stasiun. Ia tidak mengganggu, hanya saja sering menampakkan diri.

***

     Yatno begitu serius menceritakan kisah Daus pada Mak Ti dan Adam. Mak Ti begitu terkejut bahwa ternyata pemuda yang tadi malam membeli teh hangat di warungnya adalah hantu. Adam sedikit ketakutan, ia mulai berjanji pada dirinya agar lebih hati-hati berbicara. Setelah makan, Yatno, Adam, dan Mak Ti menyempatkan berdoa untuk Daus agar arwahnya tenang.


Komentar